Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, October 27, 2008

Pengorbanan seorang budak demi Risalah Ad-Din

Dari Shuhaib Ar-Rumi radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada seorang raja pada zaman sebelum kamu. Ia memiliki seorang tukang sihir.


Ketika tukang sihir itu telah tua, ia berkata kepada sang raja, ‘Sesungguhnya usiaku telah tua dan ajalku telah dekat. Kerana itu, utuslah kepadaku seorang anak muda agar aku ajari sihir’.


Maka diutuslah seorang pemuda yang kemudian dia belajar sihir. Dan jalan antara raja dengan tukang sihir itu terdapat seorang rahib. Pemuda itu mendatangi sang rahib dan mendengarkan pembicaraannya. Sang pemuda begitu kagum kepada rahib dan pembicaraannya.


Begitu ia sampai kepada tukang sihir kerana terlambat serta merta ia dipukulnya dan ditanya, ‘Apa yang menghalangimu?’


Dan bila sampai di rumahnya, keluarganya memukulnya lalu bertanya, ‘Apa yang menghalangimu (sehingga terlambat pulang)?’


Lalu, ia pun mengadukan halnya kepada sang rahib. Rahib berkata, ‘Jika tukang sihir ingin memukulmu katakanlah, aku terlambat kerana keluargaku. Dan jika keluargamu hendak memukulmu maka katakanlah, aku terlambat kerana (belajar dengan) tukang sihir’.


Suatu hari, ia melihat binatang besar dan menakutkan yang menghalangi jalan manusia, sehingga mereka tidak boleh menyeberang. Maka sang pemuda berkata, ‘Saat ini aku akan mengetahui, apakah perintah ahli sihir lebih dicintai Allah ataukah perintah rahib. Setelah itu ia mengambil batu lantas berkata, ‘Ya Allah, jika perintah rahib lebih engkau cintai dan redhai daripada perintah tukang sihir maka bunuhlah binatang ini, sehingga manusia boleh menyeberang’. Lalu ia melemparnya, dan binatang itu pun terbunuh kemudian ia pergi. Maka ia beritahukan halnya kepada rahib. Lalu sang rahib berkata, ‘Wahai anakku, kini engkau telah menjadi lebih utama dari diriku. Kelak, engkau akan diuji. Jika engkau diuji maka jangan tunjukkan diriku.


Selanjutnya, pemuda itu boleh menyembuhkan orang buta, sopak dan segala jenis penyakit. Allah menyembuhkan mereka melalui kedua tangannya. Alkisah, ada pejabat raja yang tiba-tiba buta. Ia mendengar tentang pemuda itu. Maka ia membawa hadiah yang banyak kepadanya dan berkata, ‘Sembuhkanlah aku, dan engkau boleh memiliki semua ini! Pemuda itu menjawab, ‘Aku tidak boleh menyembuhkan seseorang. Yang boleh menyembuhkan adalah Allah Azza wa Jalla. Jika Anda beriman kepada Allah dan berdo’a kepadaNya, nescaya Ia akan menyembuhkanmu. lalu dia beriman dan berdo’a kepada Allah dan sembuh.


Kemudian ia datang kepada raja dan duduk di sisinya seperti sedia kala. Sang raja bertanya, ‘Wahai fulan, siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?’ Ia menjawab, ‘Tuhanku’. Raja berkata, ‘Saya?’ ‘Tidak, tetapi Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’, tegasnya. Raja bertanya, ‘Apakah kamu memiliki Tuhan selain diriku?’ Ia menjawab, ‘Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’. Demikianlah, sehingga ia terus-menerus disiksa sampai ia menunjukkan kepada sang pemuda. Pemuda itu pun didatangkan. Sang raja berkata, ‘Wahai anakku, sihirmu telah sampai pada tingkat kamu boleh menyembuhkan orang buta, sopak dan berbagai penyakit lainnya’. Sang pemuda menangkis, ‘Aku tidak mampu menyembuhkan seorang pun. Yang menyembuhkan hanyalah Allah Azza wa Jalla. Raja berkata, ‘Aku?’ ‘Tidak!’, kata pemuda. ‘Apakah kamu punya Tuhan selain diriku?’ Ia menjawab, ‘Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah’.


Lalu ia pun terus disiksa sehingga ia menunjukkan kepada rahib. Maka rahib itu pun didatangkan. Sang raja berkata, ‘Kembalilah kepada agamamu semula!’ Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan gergaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada pejabat raja yang (dulunya) buta juga dikatakan, ‘Kembalilah kepada agamamu semula!’ Ia menolak. Lalu di tengah-tengah kepalanya diletakkan gergaji dan ia dibelah menjadi dua. Kepada sang pemuda juga dikatakan, ‘Kembalilah kepada agamamu semula!’ Ia menolak.


Lalu bersama beberapa orang ia dikirim ke gu-nung ini dan itu. (Sebelumnya) sang raja bertitah, ‘Ketika kalian telah sampai pada puncak gunung maka bila ia kembali kepada agamanya (biarkanlah dia). Jika tidak, maka lemparkanlah dia! Mereka pun berangkat. Ketika sampai di ketinggian gunung, sang pemuda berdo’a, ‘Ya Allah, jagalah diriku dari mereka, sesuai dengan kehendakMu. Tiba-tiba gunung itu mengguncang mereka, sehingga se-muanya tergelincir. Lalu sang pemuda datang mencari sampai boleh bertemu raja kembali. Raja bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan kawan-kawanmu?’ Ia menjawab, ‘Allah menjagaku dari mereka’.


Kembali ia dikirim bersama beberapa orang dalam sebuah perahu kecil. Raja berkata, ‘Jika kalian berada di tengah lautan (maka biarkanlah ia) jika kembali kepada agamanya semula. Jika tidak, lemparkanlah dia ke laut yang luas dan dalam’. Sang pemuda berdo’a, ‘Ya Allah, jagalah aku dari mereka, sesuai dengan kehendak-Mu’. Akhirnya mereka semua tenggelam dan sang pemuda datang lagi kepada raja.


Sang raja bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan kawan-kawanmu?’

Ia menjawab, ‘Allah menjagaku dari mereka’.


Lalu sang pemuda berkata, ‘Wahai raja, kamu tidak akan boleh membunuhku sehingga engkau melakukan apa yang kuperintahkan. Jika engkau melakukan apa yang aku perintahkan maka engkau akan boleh membunuhku. Jika tidak, engkau tak akan boleh membunuhku’.


Raja, ‘Perintah apa?’

Sang pemuda menjawab, ‘Kumpulkanlah orang-orang di satu padang yang luas, lalu saliblah aku di batang pohon. Setelah itu ambillah anak panah dari wadah panahku, lalu ucapkan, ‘Bismillahi rabbil ghulam (dengan nama Allah, Tuhan sang pemuda).


Maka (raja memanahnya) dan anak panah itu tepat mengenai pelipisnya. Pemuda itu meletakkan tangannya di bahagian yang kena panah lalu meninggal dunia. Maka orang-orang berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan sang pemuda. Kami beriman kepada Tuhan sang pemuda. Lalu dikatakan kepada raja, ‘Tahukah Anda, sesuatu yang selama ini Anda takut-kan? Kini sesuatu itu telah tiba, semua orang telah beriman.


Lalu ia memerintahkan membuat parit-parit di beberapa persimpangan jalan, kemudian dinyalakan api di dalamnya. Dan raja pun bertitah, ‘Siapa yang kembali kepada agama-nya semula, maka biarkanlah dia. Jika tidak, maka lemparkanlah dia ke dalamnya’. Maka orang-orang pun menolaknya sehingga mereka bergantian dilemparkan ke dalamnya. Hingga tibalah giliran seorang wanita bersama bayi yang sedang disusuinya. Sepertinya, ibu itu enggan untuk terjun ke dalam api. Tiba-tiba sang bayi berkata, ‘Bersabarlah wahai ibuku, sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran’.”

(HR. Ahmad dalam Al-Musnad, 6/16-18, Muslim dan An-Nasa’i dari hadits Hammad bin Salamah.


Dan An-Nasa’i serta Hammad bin Zaid menambahkan, yang keduanya dari Tsabit. Dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Abdurrazak dari Ma’mar dari Tsabit dengan sanad darinya.

Ibnu Ishaq memasukkannya dalam Sirah dan disebutkan bahwa nama pemuda itu adalah Abdullah bin At-Tamir).



No comments: