Thursday, October 1, 2009
PENGAJARAN YANG BERHARGA DARI PERANG UHUD
Pilihanraya Bagan Pinang
“kini peperangan dengan puak secular sudah tiba. Keputusan pilihanraya nanti di Bagan Pinang menang atau kalah bukan matlamat kita. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah berjuang sehingga terlaksananya Hukum Allah di muka bumi terutamanya Negara kita Malaysia”
Pelajaran yang berharga dari perang Uhud walaupun sedih dengan apa yang berlaku dalam peperangan itu Allah telah meniupkan semangat ke dalam sanubari umat Islam melalui ayat 104 surah an-Nisa’ : yang bermaksud:
"Jangan kamu merasa hina (hilang semangat) memburu musuh kerana jika kamu merasa sakit mereka juga merasa sakit seperti kamu merasainya sedangkan kamu pula berharap kepaad Allah apa yang mereka tidak harapkan"
kekalahan kaum Muslimin pasca perang Uhud ini, Allah SWT mengalihkan perhatian mereka kepada satu sudut rasionalnya. Allah berfirman,
“Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah Karena itu berjalanlah kamu di permukaan bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul),” (QS Ali Imran: 137).
Dalam ayat ini Allah SWT ingin mengingatkan tentang teori peperangan. Bahawa, kalah dan menang adalah asam garam perjuangan. Di sinilah Allah SWT amat mengasihi hamba-Nya. Ketika dilanda kekalahan, manusia umumnya akan merasa, putus asa dan tak mustahil menyalahkan teman, parti, pemimpin atau mungkin dirinya sendiri.
Setelah mengembalikan rasional kekalahan kaum Muslimin, Allah memulihkan kepercayaan diri mereka dengan firman-Nya,
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman,” (QS Ali Imran:139).
Secara psikologi, di antara kemungkinan yang akan melanda orang-orang kalah adalah rendah diri atau kecewa. Apalagi kalau melihat kelemahan dirinya dan besarnya kekuatan lawan. Karananya, di antara hal yang harus segera dipulihkan adalah rasa percaya diri, bahawa bagaimana pun keadaan kaum Muslimin, baik kalah maupun menang, mereka tetap berada pada darjat yang paling tinggi. Syaratnya, mereka beriman kepada Allah SWT.
Rasa percaya diri inilah yang menyebabkan Rasulullah saw dan kaum Muslimin tetap berani “menentang” lawan di Hamraul Asad.
Secara psikologi orang kalah tak memerlukan kritikan, tapi hiburan. Psikologi inilah yang diperlakukan Allah SWT atas kaum Muslimin pasca perang Uhud. Untuk menghibur kekalahan itu Allah menurunkan firman-Nya,
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kamu (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,” (QS Ali Imran: 140).
Dengan ayat ini Allah SWT ingin mengatakan, kekalahan tak perlu dirisaukan kerana sebelumnya kaum Muslimin menang dalam perang Badar. Bahkan, kemenangan itu cukup besar. Selain ghanimah, umat Islam juga mendapatkan 70 orang tawanan, dan membunuh 70 orang musuh, termasuk otai kafir Quraiys iaitu Abu Jahal dan beberapa pembesar mereka lainnya.
Sedangkan kalau mahu disebut “kekalahan”, apa yang dialami kaum Muslimin pada perang Uhud tak seburuk seperti yang dialami kafir Quraisy pada perang Badar. Pada perang Uhud ini umat Islam yang gugur 70 orang sama seperti jumlah lawan yang gugur pada perang Badar. Pada perang Uhud, tak ada harta rampasan perang yang diambil lawan. Kalau dibandingkan antara kekalahan kaum Muslimin kafir Quraisy, kemenangan umat Islam lebih besar.
Kemenangan dan kekalahan adalah piala yang digilirkan kepada semua umat. Tak ada umat yang ditakdirkan untuk memenangkan segala pertarungan, dan tak ada juga umat yang dipaksa kalah selama-lamanya. Lebih jelas Allah menegaskan bahwa hari-hari adalah kumpulan kemenangan dan kekalahan. Diberikan kemenangan dan kekalahan untuk membezakan antara orang mukmin dan munafik.
Yang perlu difahami oleh umat Islam adalah kekalahan dan kemenangan sebenarnya diatur oleh sebuah kaedah. Kaedah itu berbunyi, setiap umat akan mendapatkan kemenangan jika ia memenuhi syarat-syarat kemenangan.
Jika kita kembali membuka lembaran sejarah, sebelum Baghdad dihancurkan oleh tentera Tartar di bawah pimpinan Jengis Khan, nescaya kita akan membenarkan ucapan Ibnul Atsir, “Kaum Muslimin kala itu hidup seperti orang-orang jahiliyah. Mimpi-mimpi mereka tak pernah kenyang dengan nafsu mereka.”
Sebaliknya, jika kita membaca sejarah keberhasilan Shalahuddin al-Ayubi memerdekakan al-Aqsha dari cengkeraman Kristian selama sembilan puluh tahun, nescaya kita akan membenarkan ungkapan Dr Majid Irsan al-Kailani,
“Generasi Shalahuddin hanyalah hasil dari tarbiyah panjang yang telah berlangsung lebih dari lima puluh tahun lamanya.”
Untuk mendapatkan syurga ini diperlukan jihad dan kesabaran. Allah berfirman,
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar,” (QS Ali Imran: 142).
Di antara hal yang sangat sulit diterima kaum Muslimin pasca perang Uhud adalah kekalahan mereka bersama Rasulullah saw. Bagaimana kaum Muslimin boleh kalah padahal Rasulullah saw bersama mereka? Demikian yang ada di hati sebahagian para shahabat.
Keadaan psikologi seperti ini, jika tak segera diubati boleh menjadi buruk. Kepercayaan kaum Muslimin pada Rasulullah SAW boleh berubah. Rasa kagum dan penuh harap boleh berbalik menjadi kecewa dan putus asa. Dapat dibayangkan, kalau mereka yang semua sangat mengagungkan Rasulullah SAW dan sudah memastikan kemenangan, tiba-tiba kalah. Tak mustahil keyakinan mereka terhadap kenabian Rasulullah SAW akan berubah.
Gejala ini sudah nampak. Ketika perang masih bergolak, sempat terdengar teriakan dari kaum musyrikin bahwa Rasulullah SAW tewas. Seketika sempat terjadi kegemparan yang luar biasa. Beberapa orang dari kaum Muslimin ada yang terburu-buru meninggalkan medan perang, ada juga yang mencari Abdullah bin Ubay untuk memintakan perlindungan dari Abu Sufyan.
Untuk menyembuhkan penyakit psikologi ini, Allah SWT menurunkan firman-Nya,
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika ia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? ” (QS Ali Imran: 144).
Ayat ini jelas mengandung tuntunan bahwa dalam menjalankan kewajiban yang telah nyata kebenarannya, seorang mukmin tidak perlu bergantung kepada ketua maksydnya seorang Muslim beragama tak menyembah pemimpinnya, tapi menyembah Allah SWT.
Ayat ini menemukan momentumnya pada hari wafatnya Rasulullah SAW. Saat itulah keimanan seseorang benar-benar diuji. Apakah dia benar-benar beriman atau tidak.
Setelah menjelaskan tentang bagaimana seharusnya umat Islam bersikap atas diri Rasulullah SAW, Allah SWT menjelaskan persepsi tentang kematian. Allah berfirman,
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah,sebagai ketetapan yang sudah ditentukan waktunya. Barang siapa yang menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa yang menghendaki pahala akhirat Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat...,” (QS Ali Imran: 145).
Penjelasan persepsi tentang kematian ini penting. Jumlah kaum Muslimin yang gugur dalam perang Uhud ini cukup banyak. Dengan penjelasan ini keluarga yang ditinggalkan boleh memahami bahawa kematian itu pasti bagi setiap yang bernyawa (QS Ali Imran: 185).
Penjelasan persepi tentang kematian ini penting untuk membangkitkan kembali semangat kaum Muslimin. Dengan memegang prinsip bahwa kematian itu ada saatnya, dan “peluru itu ada alamatnya”, maka tak ada yang perlu ditakutkan.
Setelah menjelaskan tentang persepsi kematian, Allah mengembalikan kesedaran sejarah umat Islam. Tidak hanya untuk menghibur kekalahan, tapi juga mengembalikan semangat. Allah berfirman,
“Dan berapa banyaknya Nabi, yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar,” (QS Ali Imran: 146).
Dalam ayat ini Allah ingin mengatakan bahwa hendaknya kaum Muslimin tidak merasa lemah, lesu atau putus asa lalu menyerah kepada musuh. Sebelumnya telah banyak orang-orang yang berperang dan ditimpa kekalahan walaupun bersama Nabi mereka.
Hal ini menjadi lebih penting. Kesedaran umat terhadap sejarahnya harus lebih digugat lagi. Kisah-kisah kepahlawanan dan kekuatan para pendahulu, harus dijadikan teladan untuk kembali membangkitkan semangat umat yang sedang kalah.
Inilah yang dikehendaki orang-orang kafir. Mereka tahu salah satu cara melemahkan semangat umat Islam adalah menjauhkan mereka dari sejarahnya dan melupakan kaum Muslimin dengan kejayaannya. Kekalahan kaum Muslimin dalam perang Uhud ini merupakan kekalahan pertama yang mereka alami setelah kemenangan di perang Badar.
Kekalahan pada perang Uhud begitu membekas dalam jiwa kaum Muslimin. Allah menurunkan rentetan firman-Nya sebagai hiburan, pemantapan dan tarbiyah bagi mereka. Rentetan ayat yang turun ini tak menyebut nama atau pada peristiwa apa pun, tapi bersifat umum. Yang bererti juga berguna bagi kaum Muslimin.
Oleh itu marilah kita mengambil iktibar dari peristiwa ini. Kita berjuang bukan kerana PAS!! tetapi kita berjuang kerana parti yang benar-benar memperjuangkan Islam adalah PAS bukan Umno tiada pilihan lagi inilah masanya untuk kita buktikan bahawa kita benar-benar ingin melihat cahaya Islam menyinari bumi Malaysia daripada digelapi oleh system Sekular Jom Turun Padang di Bagan Pinang… Undilah PAS Takbir3x…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment